PANDANGAN TERHADAP LOKASI, SITUASI DAN ANTUSIAS WARGA KELURAHAN SUNGAI JINGAH TERKAIT ISU SAMPAH DAN LINGKUNGAN

Populasi di wilayah sungai Jingah tumbuh secara signifikan dan urbanisasi yang sangat cepat menghasilkan dampak negatif terhadap sungai. Hal ini terjadi karena banyak dari penduduk telah memiliki keluarga besar yang menambah intensitas pemanfaatan air sungai. Berdasarkan hasil survey dan analisis di RT 14 Kelurahan Sungai Jingah terkait lokasi, Kelurahan Sungai Jingah terletak di sepanjang bantaran sungai dan kawasan rawa, dimana lokasi ini dimanfaatkan masyarakat untuk berativitas sehari-hari seperti mencuci, mandi dan berbagai kegiatan yang menggunakan air, masyarakat masih memanfaatkan air sungai meskipun sudah ada pasokan air bersih pdam sudah masuk ke daerah ini. Hal ini terjadi karena kebiasaan menggunakan air sungai sudah dilakukan sejak lama jauh sebelum masuknya air bersih ke daerah mereka. Bahkan sebagian besar masyarakat masih menggunakan jamban dipinggiran sungai karena masyarakat beranggapan akses air dan sanitasinya lebih mudah dan cepat mengalir. Namun kebiasaan ini setidaknya tentu memberikan dampak negatif dimana masyarakat sebagai pemicu dan yang terkena dampaknya.
Kehidupan sosial suatu masyarakat tentunya sangat dipengaruhi oleh lingkungannya. (Mentayani, 2019) berpendapat bahwa sungai bagi masyarakat yang tinggal di bantaran sungai memiliki manfaat untuk mempertahankan kehidupan mereka, baik dari segi sosial, dan transportasi. Di dalam komunitas yang tinggal di tepian Sungai Jingah, sungai ini juga dimanfaatkan untuk kehidupan bermasyarakat. Meskipun saat ini, tidak semua kegiatan mereka berorientasi pada sungai. Kegiatan seperti mandi, mencuci adalah kegiatan yang tetap dilakukan oleh masyarakat di sungai. Masuknya saluran air bersih berupa ketersediaan PDAM bagi masyarakat di bantaran sungai Sungai Jingah juga memberikan kontribusi terhadap intensitas pemanfaatan sungai untuk kehidupan sehari-hari. Mereka mulai menyadari arti pentingnya kebersihan bagi kesehatan. Umumnya, yang masih melakukan kegiatan utamanya dengan memanfaatkan air sungai adalah mereka yang berada pada golongan menengah ke bawah.
Salah satu dampak negatif masyarakat dari kebiasaan mengandalkan aktivitas sehari-hari menggunakan air sungai adalah isu sampah dan lingkungan. Dari hasil survey ditemukan bahwa sebagian besar penduduk dimana yang merupakan penduduk asli sungai jingah dan secara turun temurun tinggal di bantaran sungai tersebut, sebagian besar dari mereka tidak memiliki bak sampah pribadi di rumah, keadaan ini dilandasi karena menurut mereka akan lebih efektif untuk membuang sampah tersebut secara langsung ke sungai daripada harus mengumpulkannya dulu. Banyak masyarakat yang masih membuang sampah langsung ke sungai yang mana sebenarnya menyayangkan tindakan mereka ini namun masyarakat berpendapat Tempat Pembuangan Sampah (TPS) yang jauh tersebut adalah faktor utama, walaupun sempat ada tong sampah besar yang diberikan oleh pihak lain, namun tempat sampah tersebut tampaknya tidak begitu berfungsi di karenakan tidak ada petugas kebersihan yang mengangkut sampah tersebut dari sana, sehingga sampah pun menumpuk dan menimbulkan bau tidak sedap yang menyebabkan warga kembali membuang sampah langsung ke sungai. Masyarakat yang berperilaku tidak peduli terhadap lingkungan dan cenderung bersikap acuh dan masa bodoh dimana perilaku tersebut yakni membuang sampah dan limbah rumah tangga langsung ke sungai. Dari perilaku yang dilakukan oleh masyarakat terdapat suatu dampak yang berakibat buruk terhadap lingkungan khususnya lingkungan sungai dan juga terhadap masyarakat yang tinggal di bantaran.
Beberapa warga menyatakan bahwa di lingkungan mereka tidak ada petugas sampah yang bertugas untuk mengangkut sampah sehingga kerap kali beberapa warganya membuang sampah ke sungai langsung, namun ada juga yang membuang sampah mereka langsung ke TPS (Tempat Pembuangan Sampah) terdekat yang sebenarnya cukup memakan jarak dari tempat tinggal mereka. Kemudian, sedikit dari warga yang menyatakan bahwa ternyata terdapat petugas kebersihan yang bertugas mengangkut sampah di lingkungan mereka. Warga yang memberikan jawaban serupa merupakan warga yang tinggal berdekatan dengan jalan besar. Petugas sampah dibayar perbulan oleh warga yang memakai jasanya dengan nominal Rp 15.000 – 30.000,- / bulan. Berdasarkan keterangan salah satu warga yang enggan membayar jasa pengangkut sampah, sampah-sampah basah atau sampah makanan akan dibuang ke sungai, sedangkan untuk sampah jenis lain akan dikumpulkan dan dibuang sendiri ketika terkumpul banyak akan dibuang ke tempat pembuangan akhir. Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwasanya belum adanya sistem pengelolaan sampah yang merata dari warga ataupun pemerintah setempat, hal ini juga berpengaruh terhadap bagaimana kesadaran warga dalam mengelola sampahnya, selain itu pola pikir bahwa sampah yang dibuang ke sungai akan terbawa arus juga harus dirubah. Dari hasil tersebut juga dapat diamati bahwa beberapa memang sudah memiliki kesadaran untuk membuang sampah pada tempatnya atau memberikan kepada petugas sampah, serta beberapa juga telah menyadari tentang bagaimana memilah sampah antara sampah basah dan kering.
Berdasarkan situasi tersebut, dapat dilihat bahwa tingkat kesadaran masyarakat Kelurahan Sungai Jingah menjadi tantangan tersendiri untuk mengatasi isu sampah dan lingkungan didaerah ini. Kebiasaan masyarakat yang telah terbentuk sejak lama ini harus dilakukan pendekatan secara mendalam dan bertahap baik melalui sosialisasi-sosialisasi terkait lingkungan hingga kegiatan-kegiatan dalam bentuk program untuk mengatasi isu sampah ini. Lebih lanjut dilakukan survey terhadap situasi jika masyarakat dihadapkan dengan situasi banjir akibat air naik karena aktivitas membuang sampah ke sungai oleh masyarakat yang masih dilakukan, bahwasannya warga yang sudah tinggal berpuluh-puluh tahun, tidak terlalu merasa terganggu dengan adanya kemungkinan air naik karena sudah terbiasa dan dari segi persiapan sudah cukup siap dengan menambahkan tingkat dua pada rumahnya, meninggikan perabotan-perabotan dari lantai, serta tidak memiliki barang yang berlebihan di dalam rumah untuk memudahkan proses evakuasi jika sewaktu-waktu terjadi banjir.
Kegiatan rutin pengelolaan lingkungan seperti pembersihan sampah di sungai dan sekitarnya dari pemerintah setempat masih belum aktif dan hanya dilaksanakan menjelang hari-hari besar seperti perayaan kemerdekaan. Hal ini sangat disayangkan oleh para warga, karena bila hal tersebut bisa diteruskan secara rutin maka akan menjadi kebiasaan yang bagus bagi warga sekitar, sehingga akan membentuk ekosistem yang lebih baik untuk kedepannya. Seharusnya pemerintah harus lebih sering mengadakan kegiatan-kegiatan bagi masyarakat untuk sekedar mengembangkan potensi SDM ataupun SDA-nya, kegiatan-kegiatan yang guna membangun masyarakat pasti juga akan di dukung oleh masyarakat sekitar maupun masyarakat diluar daerah tersebut. Inisiatif dari pemerintahan desa dan masyarakatnya untuk melaksanakan kegiatan pengelolaan lingkungan masih cenderung rendah dan berdasarkan hasil survey juga dapat dilihat bahwasanya warga cukup antusias dengan akan diadakannya program pengelolaan sampah terutama untuk ibu rumah tangga yang kesehariannya berdiam diri dirumah.
Dari hasil survey melalui pendekatan dan wawancara dengan masyarakat terkhusus RT 14 Kelurahan Sungai Jingah, dibuatlah rencana program pratisipatif pengelolaan sampah berbasis masyarakat. Pendekatan pengelolaan sampah didasarkan pada partisipasi aktif masyarakat, pemerintah dan lembaga lainnya sebagai motivator dan fasilitator. Pengelolaan sampah berbasis masyarakat merupakan pengelolaan sampah yang melibatkan seluruh lapisan (partisipatif aktif) masyarakat dengan tujuan agar masyarakat menyadari bahwa permasalahan sampah merupakan tanggung jawab
seluruh lapisan masyarakat (Sucipto, 2012). Pengelolaan sampah berbasis masyarakat adalah suatu pendekatan pengelolaan sampah yang didasarkan pada kebutuhan dan permintaan masyarakat, direncanakan, dilaksanakan, dikendalikan dan dievaluasi bersama masyarakat. Adapun langkah-langkah rekomendasi yang dapat dilakukan bersama dalam mengatasi pengelolaan sampah berbasis masyarakat adalah:
- Menyampaikan gagasan kepada masyarakat dan tokoh;
- Membentuk tim pengelola sampah;
- Mencari pihak yang mau membeli sampah (pengepul);
- Melakukan sosialisasi kepada seluruh masyarakat;
- Membuat dan menyebarkan informasi/petunjuk tentang cara pengelolaan sampah kepada seluruh komunitas;
- Menyiapkan fasilitas yang diperlukan bersama-sama;
- Melakukan dan evaluasi secara berkala terhadap pelaksanaan program pengelolaan sampah;
- Melaporkan hasil-hasil program kepada komunitas;
- Kerjasama dan meminta dukungan dengan pihak lain.
Kegiatan kedepan yang akan dilaksanakan oleh Borneo Urban Lab pun disambut baik oleh pemerintah kelurahan setempat, mengingat RT 14 adalah salah satu daerah yang juga terdampak banjir pada tahun 2021 lalu. Dari hasil survey yang kemudian dilakukan pendekatan melalui komunikasi dengan masyrakat RT 14, dapat disimpulkan bahwa antusias masyarakat untuk menciptakan lingkungan yang sehat dan bersih sangatlah tinggi, namun ketidakberdayaan masyarakat membuat angan-angan tersebut hanya sebatas keinginan. Pentingnya dukungan dan dampingan dari pemerintah daerah, stakehodler, organisasi, maupun anak muda sekitar sangat diperlukan agar dapat mewujudkan impian masyarakat dengan lingkungan yang bersih dan sehat.
Tulisan karya dari Hernanda Setiawan – FISIP Universitas Lambung Mangkurat yang saat ini sedang magang di Borneo Urban Lab untuk mempelajari mengenai kegiatan pengembangan masyarakat